:: Mutiara Kata Pembuka Hati ::

What's.....

Children

(Kahlil Gibran)

Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life’s longing for itself
They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you
You may give them your love but not your thoughts,
For they have their own thoughts
You may house their bodies but not their souls,
For their souls dwell in the house of tomorrow,
Which you cannot visit, not even in your dreams
You may strive to be like them, but seek not to make them like you
For life goes not backward nor tarries with yesterday
You are the bows from which your children as living arrows are sent forth
The archer sees the mark upon the path of the infinite,
And He bends you with His might that His arrows may go swift and far
Let your bending in the archer’s hand be for gladness;
For even as He loves the arrow that flies,
so He loves also The bow that is stable


Tuesday, July 26, 2005

Perempuan Impian

Irwan Kelana

Ketika Putri mendadak memutuskan cintanya, Irfan berubah jadi pemurung. Dan ketika gadis pujaannya itu menikah diam-diam di Surabaya, Irfan betul-betul frustrasi. Dia tak mau makan-minum, sehingga akhirnya terkena tifus. Betapa ironis, ketika mantan kekasihnya tengah menikmati bulan madu di Bali, dia justru terbaring di rumah sakit. Lalu, apakah yang dapat dilakukan seorang ayah untuk menghibur anak lelakinya yang patah hati? Untuk membangkitkan kembali semangat juangnya yang hampir mati?

Irfan adalah anak yang cemerlang. Sejak kecil dia selalu jadi bintang kelas. Namun, anak itu pendiam dan perasa. "Kamu betul-betul menuruni darah Ayah. Selalu serius, mendalam, dan penuh ketulusan kalau mencintai perempuan. Sehingga, kalau putus cinta betul-betul terpuruk. Padahal, seperti kata peribahasa, dunia ini tidak sedaun kelor. Di dunia ini begitu banyak wanita, Nak," ujarku saat berbicara dari hati ke hati sepulangnya ia dari rumah sakit.

"Tapi tidak ada yang secantik dan sebaik Putri, Yah. Dia yang dulunya tak pakai kerudung, kini mulai belajar pakai kerudung. Tapi kenapa ketika keislamannya semakin sempurna, kok dia tega meninggalkan saya dan menikah dengan manajer perusahaan elektronik itu?"

"Sudahlah, Nak. Sesuatu yang lepas dari tangan kita memang selalu kelihatan indah. Begitu pula kalau kita kehilangan perempuan yang kita cintai. Mata kita tertutup bahwa di sekeliling kita masih banyak perempuan lain yang mungkin lebih baik dari dia."

"Aku baru sekali ini jatuh cinta, Yah. Selama SMU dan kuliah, waktuku lebih banyak aku habiskan untuk belajar, dan organisasi ilmiah di kampus." "Ayah paham, Nak. Ayah mau buka rahasia. Sewaktu SMU dulu Ayah mengalami nasib yang mirip kamu. Cinta tak kesampaian, padahal Ayah dan Rini, nama perempuan itu, sama-sama saling mencintai.

Bertahun-tahun Ayah nyaris frustrasi dan tak pernah mampu menghilangkan bayang wajahnya. Sampai kemudian, lima tahun setelah itu, Tuhan mempertemukan Ayah dengan ibumu. Dia wanita tercantik di Cianjur ketika itu. Baru lulus SMU. Banyak sekali pemuda yang mengincar ibumu.

Entahlah, kenapa dia mau menikah dengan Ayah yang ketika itu masih berstatus mahasiswa dan belum punya pekerjaan, kecuali menjadi penulis free lance di koran. Kami menikah hanya dua minggu sejak pertama kali bertemu." Irfan termenung. Mungkin ia merenungkan kalimat demi kalimat yang tadi aku ucapkan.

"Nak, laki-laki itu ibarat buah kelapa. Makin tua, makin bersantan. Biarpun jelek, botak dan gendut, kalau punya kedudukan, berharta, dan terkenal, maka gadis-gadis muda antri untuk mendapatkannya. Untuk sekadar jadi teman kencan maupun istri sungguhan." "Benarkah?"

"Ya. Dengan modal hanya sebagai wartawan senior dan novelis top saja, Ayahmu ini seringkali digilai oleh perempuan-perempuan muda. Mereka berusaha mencuri perhatian Ayah dengan berbagai cara. Kalau Ayah tidak kuat iman, Ayah mungkin sering kencan dengan banyak perempuan. Kalau Ayah kurang sabar, Ayah mungkin beristri dua, tiga, atau bahkan empat." "Apa yang membuat Ayah bertahan?" "Ibumu.

Dia perempuan yang hebat. Kesabaran, ketulusan, kehangatan dan kasih sayangnya luar biasa. Hal itu telah ditunjukkannya saat Ayah masih belum punya apa-apa, belum diperhitungkan orang, bahkan dilirik sebelah mata pun tidak. Kami menikah dalam keadaan miskin. Bahkan cincin kawin untuk ibumu baru Ayah belikan lima tahun setelah pernikahan.

Tahun-tahun pertama pernikahan, kami sering makan hanya nasi dan garam saja. Namun tak pernah sekalipun Ayah mendengar ibumu mengeluh atau menunjukkan air muka masam. Sebaliknya, Beliau selalu berusaha membesarkan hati Ayah. Bahwa Ayah punya potensi. Bahwa Ayah suatu hari nanti akan jadi orang hebat di bidang sastra maupun jurnalistik.

Dua puluh delapan tahun perkawinan dengan ibumu sungguh merupakan perjalanan hidup yang amat berarti bagi Ayah. Itulah yang membuat Ayah tak pernah mau berpaling kepada perempuan lain. Rasanya sungguh tak adil, setelah menjadi orang yang terkenal dan punya uang, Ayah lalu mencari perempuan lain untuk membagi cinta ataupun sekadar bersenang-senang."

"Ayah beruntung mendapatkan perempuan sebaik ibu. Tapi aku? Satu-satunya perempuan yang aku cintai kini telah pergi." "Jangan menyerah dulu, Nak. Cuti doktermu'kan masih tiga hari lagi. Bagaimana kalau besok Ayah ajak kau jalan-jalan keliling Jakarta? Kita santai dan cari makan yang enak. Siapa tahu kamu bisa melupakan Putri-mu dan mendapatkan pengganti yang lebih baik." Irfan tidak langsung menjawab. "Ayolah, Nak. Ayah yang akan jadi sopirmu. Kau tinggal duduk di jok depan. Oke?" Lama baru Irfan mengangguk. "Baiklah, Ibu ikut?" "Tidak. Ini urusan laki-laki, Nak," sahutku seraya tertawa. Hari pertama aku mengajak Irfan berkeliling Mal Pondok Indah.

Mal yang terletak di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan itu selalu ramai dikunjungi orang-orang berduit. Hanya dalam hitungan jam kita bisa menyaksikan puluhan bahkan ratusan perempuan muda, cantik dan seksi, keluar masuk mal. Umumnya mereka mengenakan pakaian yang menonjolkan lekuk-lekuk fisiknya, seperti dada, udel, pantat, paha, ketiak dan punggungnya.

Seusai Maghrib aku mengajak Irfan nonton film di Kartika Chandra 21 yang terletak kawasan Segi Tiga Emas Jakarta, tepatnya Jalan Gatot Subroto. Di sini banyak sekali pasangan yang datang menonton. Umumnya perempuan-perempuannya mengenakan gaun malam yang seksi dan terbuka.

Banyak juga yang memakai rok mini ataupun celana blue jean ketat di bawah pinggang sehingga sering kali memperlihatkan celana dalam pemakainya. Hari kedua aku mengajak Irfan pergi ke kantor sebuah bank syariah. "Ayah mau setor tabungan dulu sekaligus mau buka rekening khusus zakat. Mau ikut masuk?" Irfan mulanya enggan. "Ayolah." Akhirnya ia mau juga ikut. Kami menemui salah seorang customer service officer. Laili namanya. "Assalaamu'alaikum, Pak Irwan. Ada yang bisa saya bantu?" suaranya bening dan terkesan manja, namun tidak dibuat-buat. Balutan jilbab coklat itu tak mampu menyembunyikan posturnya yang semampai dan wajah selembut kabut. "Wa'alaikumsalaam, Mbak Laili. Saya ingin membuka rekening khusus untuk zakat. Oh, ya, kenalkan ini anak sulung saya. Irfan. Irfan, ini Mbak Laili." "Assalaamu'alaikum, Mas Irfan." "Wa'alaikumsalaam, Mbak Laili." "Irfan kerja di gedung ini juga, Mbak Laili. Lantai 12." "Oh, ya?" Laili agak terkejut. "Kalian pasti enggak pernah bertemu 'kan? Inilah penyakit zaman modern, orang-orang berkantor di satu gedung tapi bisa bertahun-tahun tak pernah berjumpa," kataku sambil tertawa.

Bibir tipis Laili mengukir segurat senyum. "Soalnya Mas Irfan enggak pernah buka tabungan di bank syariah. Duitnya disimpan di bank konvensional semua ya?" Laili punya selera humor yang bagus. Kulihat Irfan tersenyum kecil. "Insya Allah saya akan buka rekening di bank syariah, Mbak."

Keluar dari bank syariah itu, aku mengajak Irfan menghadiri pameran buku Islam di Istora Senayan Jakarta. Pameran yang menampilkan puluhan penerbit Islam itu setiap hari dihadiri oleh puluhan ribu orang. Berbeda dengan pemandangan di Mal Pondok Indah dan KC-21, di sini kebanyakan perempuan muda yang datang mengenakan jilbab. Wajah mereka kelihatan bersih dan matanya lebih suka menunduk ketimbang jelalatan mencari perhatian lelaki.

Seusai menonton pameran buku, aku mengajak Irfan mampir di Hotel Gran Melia, yang terletak di Jl HR Rasuna Said. Kami memesan es lemon tea dan pisang goreng keju. "Oke. Mari kita bahas perjalanan dua hari kita. Kamu masih ingat perempuan-perempuan muda di Mal Pondok Indah dan KC-21 kemarin?" Dia cuma mengangguk. "Wanita-wanita seperti itu menyenangkan untuk dilihat dan dibawa ke pesta-pesta, tapi belum tentu membuatmu bahagia. Sebaliknya perempuan-perempuan muda berjilbab yang kita saksikan di pameran buku Islam dan bank syariah tadi, mereka lebih mungkin membuatmu menjadi seorang lelaki yang dihargai dan meraih kebahagiaan sejati. Ayah yakin, di antara mereka itu pasti ada perempuan impian." "Seperti apakah perempuan impian itu, Yah?" Aku menyeruput es lemon tea yang tinggal separoh.

Kemudian mencomot sepotong pisang goreng keju. Irfan menunggu dengan tidak sabar. "Seperti apa, Yah?" "Kalau kamu bertemu dengan seorang perempuan yang berpadu pada dirinya kehangatan seorang Siti Khadijah, serta kemanjaan dan kecerdasan seorang Siti Aisyah dua di antara istri-istri Rasulullah itulah perempuan impian." "Seandainya aku menjumpai perempuan yang seperti itu, apa yang harus aku lakukan?" "Jangan tunggu esok atau lusa. Telepon Ayah saat itu juga. Ayah akan segera melamarkannya untukmu, dan kau harus menikah dengannya paling lambat seminggu setelah itu. Jika kamu mendapatkan perempuan seperti itu dalam hidupmu, dunia ini kecil dan nyaris tak berarti. Rasul pernah berkata, bahwa seorang perempuan yang salehah lebih berharga dari dunia ini beserta isinya." Seminggu kemudian.

Aku tengah menulis sebuah ficer tentang pengoperasian bus way di Jakarta ketika HP-ku berdering. Dari Irfan: "Ayah, aku sudah dapatkan calon istri. Seorang wanita salehah yang bisa membuatku hidup bahagia." Suaranya terdengar bersemangat. "Oh, ya, siapa namanya?" "Nantilah Ayah akan aku kenalkan." Berselang lima menit kemudian, Yanti, staf humas bank syariah menelepon. "Assalaamu'alaikum, Pak Irwan. Tadi Irfan buka rekening di bank syariah. Dia mengobrol cukup lama dengan salah seorang customer service officer kami. Bapak pasti tahu yang saya maksudkan." Aku menutup Nokia 9210i itu. Lalu memandang ke luar jendela kantor. "Alhamdulillah. Akhirnya kau temukan perempuan impianmu, Nak."

Jakarta-Depok-Jakarta, 19-20 Desember 2003. Terima kasih untuk seorang perempuan salehah di sebuah bank syariah yang telah mengizinkan saya menulis cerita ini.

go to the top of the page

Mendongeng itu Mudah!

Soni Farid Maulana

Memilih bacaan untuk anak di tengah-tengah lautan buku bacaan yang dewasa ini demikian melimpah ruah, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi bila dihadapkan dengan buku-buku bacaan hasil terjemahan, entah itu berupa komik, cerita pendek, atau novel.

Dalam upaya menumbuhkembangkan daya intelektual anak lewat bacaan, orang tua mempunyai peran yang cukup penting. Orang tua harus menjadi pembaca pertama buku-buku yang kelak akan dibaca anak.

Dalam memilih bacaan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, lihat bahasa yang dipakainya, apakah mudah dicerna atau tidak oleh si anak. Setelah itu lihat jalan ceritanya, konflik yang dihidupkannya, latar ceritanya, dan sebagainya. Pasalnya, dewasa ini hal-hal yang bersifat pornografis sudah merasuk ke dalam komik, novel, bahkan cerita pendek. Jangan sampai hal yang belum pantas dibaca anak, malah menjadi santapannya. Hal itu bisa membuat anak lupa pada tugas utamanya, yakni belajar menghayati hidup dan kehidupan secara mandiri, arif dan bijaksana.

Kekerasan juga telah banyak mewarnai buku-buku yang katanya diperuntukkan bagi anak-anak. Kalau teliti, mungkin kita akan bertanya-tanya benarkah komik Batman itu diperuntukkan bagi anak-anak? Jika untuk anak-anak, haruskah di usia dini anak-anak diperkenalkan kepada carut-marutnya dunia yang babak-belur oleh persoalan kriminal Demikian pula ketika memilih bacaan semisal Sin-chan yang nakal itu. Adakah bacaan semacam ini cocok pula disajikan untuk anak-anak kita yang secara kultural berbeda jauh dengan kehidupan orang Jepang?

Bahkan ketika kita membelikan VCD "Tom & Jerry" misalnya, harus hati-hati pula. Di dalam VCD tersebut juga banyak terjadi tindak kekerasan, yang bisa ditiru anak. Ada baiknya orang tua bertindak arif dan bijaksana. Antara lain membelikan anak sejumlah buku bacaan yang sarat dengan muatan lokal. Dongeng-dongeng yang pernah dilisankan oleh orang tua kita menjelang tidur, saat ini sudah banyak yang dibukukan. Entah itu berupa cerita rakyat dari Jawa Barat, seperti Dalem Boncel, atau cerita fabel seperti Si Kancil, dan sebagainya.

Bacaan-bacaan yang sarat dengan pesan keagamaan, juga bisa dijadikan pilihan di luar cerita-cerita yang sepenuhnya hanya berpihak pada persoalan sosial atau kemanusiaan.

+++

Untuk menumbuhkan imajinasi di kepala anak, orang tua atau guru perlu memiliki teknik mendongeng yang baik. "Tapi jangan mundur karena kurang menguasai teknik. Pede aja lagi. Mendongeng itu mudah, cobalah apa adanya," ujar Andi Yudha.

Syarat utamanya adalah percaya diri dan komunikatif. Banyak orang tua tidak percaya diri ketika mendongeng, akhirnya pesan dongengnya sulit ditangkap anak. Anak jadi boring, sementara orang tua sendiri terlanjur hopelles untuk meneruskan mendongeng.

"Mendongeng bisa dimulai dengan mengaktifkan indra yang kita miliki untuk membantu memvisualisasikan cerita. Kemudian untuk menggali cerita bisa mengungkap kejadian sehari-hari, masalah biasa kita temui bukan? Dan untuk memotivasi diri, tanamkan keyakinan bahwa setiap orang biasa menyampaikan segala sesuatu yang ada dipikirannya," ujar ayah 3 anak yang juga trainer mendongeng ini.

Sebagai panduan, Andi memberikan kiat-kiat mendongeng sebagai berikut:

- Pilihlah cerita yang sesuai dengan kesehariannya dan minat anak. Jelaskan tokoh, tempat dan kata-kata yang belum dimengerti anak. Dengan demikian anak tidak bertanya terus dan dapat berkonsentrasi kepada cerita.

- Bacakan cerita dengan antusias dan akting yang meyakinkan. Sertakan emosi, maka anak juga akan menghayati dan mengikutinya dengan emosi pula.

- Bedakan mimik, ucapan maupun tokoh yang ada dengan mengidentikkan diri kita pada tokoh tersebut, atau boneka yang dibayangkan sebagai tokoh utama. Beri ekspresi pada apa yang Anda ceritakan. Tapi jangan dilebih-lebihkan. Variasikan kecepatan, irama suara sesuai kebutuhan teks. Misalnya untuk membangun ketegangan-ketegangan.

- Variasikan nada suara pada pelbagai karakter. Hal ini akan lebih mendramatisir dialog dan menghidupkan karakter yang ada. Lakukan secara wajar karena jika berlebihan, yang diingat anak justru suara Anda dan bukan ceritanya.

- Jagalah kontak mata Anda dengan anak saat bercerita. Dekatkan tubuh Anda dengan si kecil ketika membaca.

- Buatlah sinyal ketika cerita itu akan atau telah berakhir.

- Ajukan pertanyaan pada anak untuk mengetahui apakah cerita yang kita sampaikan benar-benar diperhatikan. Doronglah anak untuk bertanya dan mengomentari cerita tersebut dan tanyakan kembali isi cerita tersebut kepada anak. Evaluasi terus cara kita mendongeng, bisa juga didiskusikan dengan anak.

go to the top of the page

Tak Setiap Waktu Kita Perlu Menunggu

Prie GS

Gelisah hati saya ketika musim sepatu roda melanda kampung saya. Jenis sepatu roda baru, lebih praktis, karena jika rodanya dilesakkan ke dalam, ia bisa berfungsi sebagai sepatu biasa. Karena inilah sepatu yang bisa berfungsi sebagai sepatu sekolah biasa. Karena inilah anak-anak bisa main sepatu roda di sekolah tanpa setahu guru-guru mereka. Karena itulah mereka bisa saling pinjam meminjam dan belajar diam-diam. Karena itulah anak sulung saya telah bisa berselancar tanpa saya tahu kapan ia belajar sepatu roda.

Kemampuannya itu terbongkar setelah di kampung beredar banyak sekali anak-anak bersepatu roda. Ada yang masih dituntun para orang tua mereka, ada yang satu dua telah lancar berselancar dan menjadi objek tontonan teman-temannya, dan ada anak-anak yang cuma sanggup menjadi penonton, karena selain belum sanggup, mereka juga belum punya sepatu heboh itu.

Sulung saya masuk dalam daftar yang terakhir ini penonton. Walau setelah ada kebaikan hati seroang teman dan ia mendapat pinjaman, ia segara berubah status menjadi pihak yang ditonton. Anak saya itu ternyata telah terampil sekali. Setiap bapak, tentu bertepuk tangan pada kemampuan anak yang tak terduga sebelumnya. Saya pasti juga jenis bapak seperti ini.

Tapi persoalannya tak berhenti pada tepuk tangan bapak yang tengah bergirang hati ini. Karena yang terjadi kemudian adalah huru-hara di keluarga kami. Adik si sulung itu, begitu melihat mbakyunya berputar-putar dan menjadi pusat kekaguman, segera berteriak-teriak penuh dengki. Secepatnya ia harus punya sepatu roda agar bisa seperti kakaknya itu. Dan tanpa menungu waktu, ia telah merengek untuk mendapatkan sepatu rodanya, saat itu juga. Sejenak, rengekan itu telah berubah menjadi tangis kegemparan.

Kami sekeluarga segera meminta si sulung berhenti untuk menjadi pembangkit iri. Ia menurut tapi semuanya telah terlambat. Dua anak ini malah berkomplot untuk saling meminta sepatu roda bersam-sama. Jika satu tangisan saja telah merepotkan, ini dua tangisan merengek bersama. Kami menyerah. Dan esok hari, kami harus berkeringat untuk berburu sepatu celaka ini di pasar-pasar obral.

Tapi beginilah hidup. Satu masalah dirampungkan ternyata cuma untuk menyulut masalah baru. Karena hari-hari berikutnya, adalah kerepotan kami mengawasi si kecil ini bersepatu roda ini. Sebuah kerepotan yang amat menguras tenaga. Karena mengawasi sendiri anak sekecil itu bersepatu roda, adalah cuma melihat sekujur bahaya. Saya sendiri tidak bisa bersepatu roda, maka melihat anak ini berlatih di atas lantai keramik, yang muncul hanya kengerian semata. Di lantai ini bersandal saja bisa tergelincir, apalagi ini berada di atas roda.

Maka ketika anak ini berdiri dengan terbata-bata, saya segera menubruknya. Tak pernah dalam sekejab, sepanjang dia telah bersepatu rdoa, saya melepaskannya. Maka yang terjadi selama ini ialah dia cuma bersepatu roda, tapi sayalah pemegangnya. "Jangan berdiri kalu orang tuamu tak ada!" instruksi saya tegas.

Maka anak saya adalah pemain sepatu roda jongkok paling mahir di dunia. Sebuah gaya yang lama-lama membosankan hatinya. Ia sangat butuh berdiri dan saya tak pernah kuasa mengijinknanya. Di mata saya, hanya ada bayangan kepala yang akan terbanting di keramik yang keras, gegar otak dan harus operasi syaraf seperti anak tetangga. Tidak! Biarlah anak saya gagal bersepatu roda selama hidpunya asalkan kepalanya tetap utuh tak kurang satu apa. Instruki ini harga mati. Titik!

Walau yang titik itu ternyata harus dibuat koma oleh anak secara paksa. Karena suatu kali, sepulang kerja, saya melihat si kecil itu telah lancar berdiri dengan sepatu rodanya. Saya berteriak kalap "Jongkok!" tapi ia cuma tertawa-tawa. Anak ini, bersama kakaknya, segera saya interogasi habis-habisan dengan kengerian mengepul di kepala. Baru keduanya mengaku, bahwa si kakak ini selalu melatih adiknya, jika bapaknya tak ada. "Jika menunggu bapak, adik tak akan pernah bisa," katanya. Jawaban itu membuat saya malu. Teori saya anak itu baru boleh berdiri setelah mahir dengan sepatu rodanya. Sebuah teori yang tak masuk akal. Karena benarlah anak saya, bahwa untuk bisa berbuat sesuatu, kadang ada syarat yang tidak selalu layak ditunggu.

go to the top of the page

Friday, July 22, 2005

Ketika si Kecil Protes

Hafizah Nur

Pernahkah anda diprotes oleh anak berusia 2,5 tahun? Mungkin pernah dengan secara langsung disampaikan kepada anda. Bahkan bentuk protes tersebut diungkapkannya melalui obrolan si kecil dengan mainannya atau dengan orang lain, mungkin juga pernah, tapi anda tidak merasakan sama sekali kalau si kecil sedang memprotes anda.

Setiap anak punya cara yang berbeda dalam mengungkapkan rasa kurang sukanya dan juga protesnya kepada orang lain. Anak saya, Nana Chan 2,5 tahun, kemampuan berbahasanya berkembang dengan sangat baik, sehingga dia sudah dapat merangkai beberapa kata untuk bercerita dan juga untuk mengungkapkan pendapat-pendapatnya.

Suatu hari, ketika saya berada dalam kondisi kurang sehat, dan itu sangat berpengaruh dengan kondisi emosional saya. Tanpa sadar, sering sekali saya memarahinya selama seharian, dan juga menunjukkan wajah tidak senang saat ia mengganggu istirahat saya. Tidak seperti biasanya, Nana yang selalu mendapat perlakuan manis dari umminya, setelah seharian berinteraksi dengan wajah keruh saya, mungkin terasa juga ketidaksenangannya. Meskipun demikian, si kecil tetap terlihat bermain dengan ceria bersama mainannya.

Di sore hari telpon berdering, seperti biasa si kecil menjadi orang pertama yang mengangkat telpon. Dari seberang sana terdengar suara seorang teman bertanya pada si kecil, “Assalamu’alaikum, ummi ada?” tanpa diduga si kecil menjawab, “Ummi sedang marah”, saya terkejut dengan jawabannya, tapi saya diamkan. ”Marah sama siapa?” tanya dari seberang sana lagi. ”Marah sama Nana chan, ” jawabnya lugu dan langsung mengena di hati saya. Saya langsung sadar dengan kondisi emosional saya yang tidak stabil hari ini. Ternyata, si kecil merasa tertekan dengan sikap saya seharian ini, dan perlu kompensasi untuk mengganti rasa tidak nyaman si kecil dengan pelukan dan sikap hangat seperti yang biasa dia dapatkan dari saya, ibunya.

Di lain waktu, suami saya, yang baru pulang dari kantor, asik dengan komputernya. Si kecil yang sudah berharap untuk bisa bermain dengan abinya setelah seharian bermain dengan mainannya dan umminya, langsung memprotes sang abi, “Abi, sini dong, jangan komputer terus, main sama Nana Chan.” Mendengar protesnya, abinya cepat-cepat meminta maaf dan memenuhi keinginan si kecil untuk ditemani bermain.

Di lain waktu, ada seorang sahabat bercerita kepada saya tentang bagaimana anaknya menunjukkan ketidaksenangannya terhadap sikap orang tuanya. Anak ini lebih besar dari anak saya dan baru menjadi kakak setelah adiknya lahir. Di awal-awal kehadiran sang adik, seluruh keluarga berusaha untuk beradaptasi dengan situasi baru ini. Ada satu orang lagi yang butuh perhatian di samping tugas-tugas rumah tangga yang menumpuk. Tanpa sadar, sang kakak semakin merasa terabaikan dari kedua orang tuanya.

Tidak ada protes langsung dari sang anak yang baru jadi kakak ini, tapi sikapnya yang lesu, tidak bergairah, dan cahaya matanya yang tidak hidup tidak seperti biasanya, membuat ibu dan ayahnya berpikir mengapa si anak seperti ini. Akhirnya setelah diintrospeksi dan diberikan kompensasinya berupa perhatian yang lebih banyak kepada sang kakak, di ajak jalan-jalan dan berusaha memberikan apa yang diinginkan anak di satu hari khusus, alhamdulillah, sang kakak kembali ceria seperti biasa.

Banyak cara yang dipakai anak untuk mengungkapkan protes-protesnya. Kadang dengan cara yang sulit diterima oleh orang dewasa. Misalnya menunjukkan tingkah laku yang sangat menyebalkan kedua orang tuanya, atau selalu memancing kemarahan kedua orang tuanya. Biasanya ini karena sang anak belum mampu menunjukkan protesnya secara langsung, atau karena perkembangan bahasanya yang belum cukup memadai, bisa juga karena terhambat oleh emosi yang sudah memuncak, yang membuatnya sulit berpikir untuk mengungkapkan protesnya secara lisan.

Saya sadar, terkadang si kecil sendiri tidak tahu apa yang sesungguhnya ia rasakan, sehingga protes-protesnya tidak tersampaikan dengan baik dan keluar dalam bentuk tantrum atau mengamuk. Saat itulah membuat saya harus lebih menajamkan mata hati saya untuk mengatahui apa yang dirasakan oleh si kecil.

Mungkin juga secara tidak sadar kita mencontohkan cara yang tidak benar untuk menunjukkan protes-protes kita pada orang lain, misalnya pada suami kita, dengan cara marah-marah atau dengan menekuk muka tanpa mengatakan apa yang membuat hati kita tidak senang dan marah. Sikap-sikap seperti itulah yang mungkin ditiru oleh si kecil.

Apa pun bentuk protes si anak, merupakan proses belajar bagi kita, para orang tua, untuk lebih memperhatikan sikap-sikap kita, dan juga perhatian-perhatian kita pada si kecil. Juga belajar mengasah kepekaan kita terhadap apa yang dirasakan oleh anak-anak kita. Di sisi lain juga berusaha mengajarkan bagaimana cara memahami perasaan-perasaanya dan mengungkapkannya pada orang lain. Mudah-mudahan, apa yang berusaha kita ajarkan, mampu mempermudah kehidupan si kecil, terutama dalam hal bagai mana berhubungan dengan orang lain, sampai ia dewasa nanti.

go to the top of the page

Agar Anak "Cerdas Bahasa"

DH Devita

Suatu kali, saat menginap di rumah salah seorang tante, saya terkesima menyaksikan sebuah kebiasaan yang luar biasa yang beliau lakukan bersama dengan anak semata wayangnya. Hari itu, sekitar pukul tujuh malam. Saya dan tante baru saja sampai di rumahnya, setelah berjanjian untuk bertemu dan pulang bersama selepas jam kantor. Usai salat Maghrib dan mandi, saya beranjak ke ruang tamu. Di sanalah saya menemukan pemandangan indah itu. Tante saya yang sudah berganti pakaian tidur sedang duduk di sofa sambil memegang dan kelihatan membacakan sebuah majalah kepada anak laki-lakinya yang duduk setengah berjongkok berhadapan dengan ibunya. Saya memang sering mendengar bahwa tante saya ini punya kebiasaan mendongeng pada anaknya. Saya pun mendekat, dan memperhatikan mereka.

Rupanya saat itu tante saya sedang menyelesaikan sebuah artikel yang tadi dibacakannya. Ia pun menoleh pada anaknya dan berkata,

“Sudah selesai deh ceritanya. Sekarang kamu belajar, ya…kerjain pe-ernya,”

Tetapi rupanya sepupu kecil saya itu menolak untuk segera beranjak, ia meminta untuk dibacakan lagi artikel yang lainnya,

“Bacain yang judulnya ini dong, Bu. Ini artinya apaan sih, Imam mau denger ceritanya,”
begitu pintanya.

Dan tante saya pun kembali membacakan sebuah artikel lagi dari majalah tersebut. Imam, sepupu saya itu, pun duduk tenang dan mendengarkan dengan seksama setiap kalimat yang dibacakan oleh ibunya.

Saya memang sering mendengar, bahwa metode ‘mendongeng’ yang dilakukan para orang tua kepada anaknya, akan sangat efektif untuk membangkitkan kecerdasan anak. Terutama bagi kemampuan verbal yang sedang berkembang pada anak, dan juga akan merangsang minat baca pada anak. Selain itu, aktivitas mendongeng adalah salah satu sarana untuk ‘berkomunikasi’ antara orang tua dan anak, sekaligus menjadi alat perekat yang sangat membantu bagi orang tua bekerja. Termasuk tante saya tersebut. Beliau adalah seorang pegawai bank pemerintah yang sudah memiliki jabatan cukup tinggi sehingga kesibukan kantor kerap kali memisahkannya dari sang anak. Namun, menyaksikan ‘pemandangan’ itu, saya jadi terharu dan sekaligus kagum akan ‘kecerdikan’ tante saya dalam mengefektifkan waktu pertemuan dengan anaknya.

Yang menarik lagi adalah, bacaan yang saat itu dibacakan bukanlah sebuah dongeng atau cerita anak-anak yang diambil dari buku kumpulan cerita anak dan sejenisnya. Melainkan sebuah artikel mengenai hikmah kehidupan yang terdapat dalam sebuah majalah umum, yang biasanya dikonsumsi oleh orang dewasa. Dan pada saat itu, saya mendapati binar ketertarikan pada kedua mata sepupu kecil saya. Untuk beberapa kata yang tak ia mengerti, ia selalu menanyakannya pada ibunya, untuk kemudian dijelaskan secara sederhana. Sebuah pola pendidikan yang cukup layak ditiru, menurut saya. Setidaknya, anak akan belajar memahami hal-hal yang lebih besar di luar dirinya, dan memperbanyak perbendaharaan kata di ‘kamus otak’nya.

Menurut Dr. Howard Gardner mengenai teori Kecerdasan Majemuk atau Multiple Intelligences, terdapat 8 jenis kecerdasan pada diri anak, yang salah satunya disebut sebagai ‘Cerdas Bahasa’. Penjelasan singkat mengenai jenis kecerdasan tersebut adalah: kecerdasan anak dalam mengolah kata. Contohnya adalah keterampilan yang dimiliki anak dalam menceritakan atau menggambarkan sesuatu dengan kata-kata.

Kecerdasan yang dimiliki seorang anak pada masa-masa awal pertumbuhannya sampai usia sekolah, memang tidak bisa dibiarkan sendiri untuk berkembang. Kadang, potensi yang sudah ada dalam diri anak masih harus dibantu oleh orang-orang terdekatnya dan juga perangkat sekolah supaya dapat lebih berkembang dan muncul ke permukaan. Sebab seorang anak di bawah umur belumlah mengerti apa yang harus ia lakukan untuk memunculkan potensi yang ada pada dirinya. Rangsangan yang ia terima dari luar, akan sangat membantu untuk dapat mengembangkan bahkan menemukan potensi kecerdasan pada diri anak. Sebuah kecerdasan yang tadinya tidak terlihat, dengan rangsangan yang tepat, bisa jadi akan muncul menjadi sebuah prestasi pada anak. Dengan demikian, peran orang tua sebagai lingkungan terdekat anak sangat menentukan.

Dari kejadian yang saya alami di atas, saya banyak sekali mendapatkan pelajaran. Bahwa kondisi orang tua bekerja untuk masa sekarang ini memang sudah tak terhindarkan. Padahal keberadaan ibu dan ayah di rumah sangat berperan untuk mendampingi anak melewati masa-masa pertumbuhannya. Namun, kecerdikan orang tua untuk mensiasati waktu memang sangat diuji, dan salah satu contohnya adalah apa yang dilakukan oleh tante saya tersebut. Memanfaatkan waktu pertemuan dengan anak untuk menjalin komunikasi dan memberikan pelajaran sekaligus membangkitkan kecerdasan anak melalui mendongeng atau membacakan cerita. Variasi bacaan pun harus diperhatikan, agar anak tidak merasa bosan dan pengetahuannya berkembang luas. Menyuguhkan bacaan yang merangsang minat baca anak memang tak melulu harus melalui komik atau buku cerita bergambar yang jumlah kata-katanya sedikit. Tetapi, tentu harus diperhatikan kesesuaian usia anak dan kemampuannya mencerna kata-kata dalam jumlah banyak.

Berbagai tayangan yang disuguhkan televisi hingga bacaan yang tak lagi sempat tersensor oleh orang tua yang cukup sibuk, tentunya akan menjadi kekhawatiran tersendiri bagi perkembangan anak. Bagaimanapun, upaya untuk mendampingi anak dalam belajar sangat penting untuk dilakukan. Dengan menemani anak membaca atau membacakan cerita atau dongeng bersama, tentu akan menjadi sarana yang baik sekali untuk meraih kedekatan pada anak sekaligus menjadi ‘alat sensor’ bagi bacaan anak. Selain itu, kebiasaan baik ini akan menjadi momen berharga bagi anak untuk meningkatkan kemampuan berbahasanya dan merasakan perhatian yang tak kurang dari kedua orang tuanya. Bukankah kecerdasan awal pada anak ditentukan dari rumah? Oleh karena itu, meluangkan waktu setidaknya setengah jam sehari bersama anak untuk awal dari sebuah kecerdasan yang akan terbentuk tidaklah berat, bukan?

go to the top of the page

Bersahabat dengan Hamdalah

Salah satu gizi spiritual dalam menghadapi kehidupan adalah bersahabat dengan "Alhamdulillah" yang artinya segala puji bagi Allah Swt. Orang-orang yang sering bersahabat dengan "gizi spiritual" ini, insyaAllah hidupnya akan lebih bahagia dibanding yang mereka duga.

"Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan kepadaku seorang suami, sebab banyak orang yang ingin bersuami namun belum menemukannya. Suami dengan segala keangkuhannya, menyebabkan hambamu ini mampu belajar sabar."

"Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan kepadaku seorang istri, sebab banyak orang yang ingin beristri namun belum menemukannya. Istri dengan segala kesulitannya untuk dididik, menyebabkan hambamu ini harus banyak belajar ilmu Andragogy", yaitu pendidikan untuk orang-orang dewasa. "

"Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan kepadaku beberapa anak, sebab banyak orang yang ingin punya anak namun belum engkau izinkan dan juga banyak yang belum punya anak karena memang belum ketemu jodoh. Anak dengan segala kesulitannya untuk dinasehati, menyebabkan hambamu ini harus banyak menambah ilmu agar sesuai dengan perkembangan zaman anak-anak. Dengan kehadiran anak-anak, justru menyebabkan hambamu malu kalau mau bertengkar dengan istri/suami."

"Alhamdulillah ya Allah, Engkau menitipkan kepadaku seorang atasan pemarah dan sering mengungkit-ngungkit berbagai masalah, sebab banyak orang yang tidak punya atasan, bukan karena dirinya atasan tapi karena dirinya menganggur. Dengan atasan pemarah hambamu berkesempatan untuk mendoakan semoga beliau segera sadar bahwa kemarahan akan menghancurkan siklus kehidupan dirinya sendiri."

"Alhamdulillah ya Allah, Engkau menitipkan kepadaku banyak karyawan, yang sebagiannya suka demo minta tuntutan gaji dan kesejahteraan lainnya, sebab banyak orang tidak punya karyawan sebab sudah lima tahun belakangan ini perusahaannya gulung tikar dan bahkan tikarnyapun sampai tidak ada yang digulung. Dengan punya karyawan, semoga hambamu bisa menjadi salah satu jalan rizki bagi mereka dengan seizin Engkau ya Allah."

"Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menitipkan orang-orang disekelilingku sebagian ada yang menyakiti, walaupun hamba-Mu ini telah berusaha untuk berbuat baik kepada siapapun sekuat kemampuan. Sebab, banyak orang yang tidak pernah disakiti orang lain karena dalam hidupnya tidak pernah bergaul dengan masyarakat banyak. Semoga dengan disakiti dan hambamu tetap ingin berbuat baik dengan yang menyakiti menyebabkan Engkau akan mengabulkan doa-doa orang yang terdzolimi ini."

"Alhamdulillah ya Allah, Engkau memberi kesempatan kepadaku, kuliah tidak sesuai dengan jurusan pilihan pertama, sebab banyak orang yang tidak pernah menikmati jurusan kuliah karena kekurangan dana untuk memenuhi keinginannya kuliah. Dengan kuliah tidak sesuai jurusan, semoga akan punya lebih dari satu keahlian, keahlian pertama adalah jurusan ketika kuliah dan keahlian lainnya adalah mempelajari sendiri banyak hal yang dulu dicita-citakan."

Sahabat, banyak hal didunia ini yang bisa kita syukuri dengan mengucapkan "Alhamdulillah", dan dengan sering mengucapkan Alhamdulillah, milyaran peluang prestasi akan mengejar-ngejar kita. Banyak hal didunia ini yang kita tidak siap menyukuri dengan mengucapkan "Alhamdulillah dan dengan sering merasa berat dan bahkan enggan mengucapkan Alhamdulillah, milyaran peluang prestasi akan lari meninggalkan kita.

go to the top of the page

Wednesday, July 20, 2005

Lingkungan Yang Berubah!

Unknow

Sore itu disebuah subway di kota New York, suasana cukup sepi. Kereta api bawah tanah itu cukup padat oleh orang-orang yang baru pulang kerja. Tiba-tiba, suara hening terganggu oleh ulah dua orang bocah kecil berumur sekitar 3 dan 5 tahun yang berlarian kesana kemari. Mereka berdua mulai mengganggu penumpang lain.

Yang kecil mulai menarik-narik koran yang sedang dibaca oleh seorang penumpang, kadang merebut pena ataupun buku penumpang yang lain. Si kakak sengaja berlari dan menabrak kaki beberapa penumpang yang berdiri menggantung karena penuhnya gerbong itu. Beberapa penumpang mulai terganggu oleh ulah kedua bocah nakal itu, dan beberapa orang mulai menegur bapak dari kedua anak tersebut.

"Pak, tolong dong anaknya dijaga!" pinta salah seorang penumpang. Bapak kedua anak itu memanggil dan menenangkannya. Suasana kembali hening, dan kedua anak itu duduk diam. Tak lama kemudian, keduanya mulai bertingkah seperti semula, bahkan semakin nakal. Apabila sekali diusilin masih diam saja, kedua anak itu makin berani. Bahkan ada yang korannya sedang dibaca, langsung saja ditarik dan dibawa lari. Bila si-empunya koran tidak bereaksi, koran itu mulai dirobek-robek dan diinjak-injak.

Beberapa penumpang mulai menegur sang ayah lagi dengan nada mulai kesal. Mereka benar-benar merasa terganggu, apalagi suasana pulang kerja, mereka masih sangat lelah. Sang ayah memanggil kembali kedua anaknya, dan keduanya mulai diam lagi. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Si anak mulai membuat ulah yang semakin membuat para penumpang di gerbong bawah tanah itu mulai marah.

Beberapa penumpang mulai memarahi sang ayah dan membentak."Pak, bisa mendidik anak tidak sich!" kata seorang penumpang dengan geram."Dari tadi anaknya mengganggu semua orang disini,tapi bapak koq diam saja". Sang ayah bangkit dari duduknya, menghampiri kedua anaknya yang masih mungil, menenangkannya,dan dengan sangat sopan berdiri dan berkata kepada para penumpang yang ada di gerbong itu.

"Bapak-bapak dan ibu-ibu semua, mohon maaf atas kelakuan kedua anak saya ini. Tidak biasanya mereka berdua bertingkah nakal seperti saat ini. Tadi pagi, kedua anak saya ini baru saja ditinggal oleh ibu mereka yang sangat mereka cintai. Ibu kedua anak saya ini meninggal karena penyakit LEUKEMIA yang dideritanya".

Bapak itu diam sejenak.... , dan sambil mengelus kepala kedua anaknya meneruskan ceritanya. "Mungkin karena kejadian yang menimpa ibu mereka berdua itu begitu mendadak, membuat kedua anak saya ini belum bisa menerima kenyataan dan agak sedikit shock karenanya. Sekali lagi saya mohon maaf". Seluruh orang didalam gerbong kereta api bawah tanah itu seketika terdiam.

Mereka dengan tiba-tiba berubah total, dari memandang dengan perasaan kesal karena kenakalannya, berubah menjadi perasaan iba dan sayang. Kedua anak itu masih tetap nakal, mengganggu seluruh penumpang yang ditemuinya. Tetapi, orang yang diganggu malah kelihatan tambah menampakkan kasih sayangnya. Ada yang memberinya coklat, bahkan ada yang menemaninya bermain.

PERHATIKAN KONDISI SUBWAY ITU!!! PENUMPANGNYA MASIH SAMA!!! KEDUA ANAK ITU MASIH NAKAL-NAKAL!!! Tetapi terjadi perubahan yang sangat mencolok.

SUASANA DIDALAM SUBWAY ITU BERUBAH 180 DERAJAT. KENAPA?.... KARENA SEBUAH INFORMASI.

Begitu pentingnya sebuah INFORMASI KECIL... bisa merubah semua 'ATMOSPHERE' lingkungan kita.

Seringkali kita salah paham dengan teman/sahabat kita, karena kita tidak mengetahui sebuah INFORMASI KECIL tsb... dan hal tersebut akan membuat 'ATMOSPHERE' yang buruk dengan teman kita, mungkin kita pernah berprasangka buruk pada teman kita... karena kita tidak mengetahui INFORMASI YANG SEBENARNYA!!

That's is the POINT !!!

"The Truth Is Out There, You Have To Find It..'coz The The Truth Can Change The Atmosphere of Life"

go to the top of the page

Friday, July 15, 2005

Musik Dari Sang Kekasih

Khalil Gibran

Musik adalah jemari halus yang mengetuk pintu kalbu untuk membangun kehangatan dari tidurnya yang lelap.

ketukan jemari itu membuat hamparan kenangan hadir kembali,setelah hilang ditelan pekatnya malam.

ketukan itu membuat masa lalu terbuka kembali,setelah diselubungi berbagai peristiwa yang selalu datang silih berganti.

Alunan-alunan nada musik adalah senandung lembut yang kerap hadir di lembar-lembar imijinasi.

jika nada-nada itu dilantunkan dalam melodi kesedihan,maka ia menghadirkan kenangan silam disaat gundah dan putus asa.tapi jika dilantunkan pada saat hati senang maka musik menghadirkan kenangan silam disaat damai dan bahagia......

Alunan nada-nada musik adalah kumpulan suara kesedihan yang membuat segala kegelisahan memenuhi tulang rusuk lalu menghadirkan seribu duka.tapi ia juga bisa berupa susunan kata-kata ceria yang segera menguasai kalbu kita,lalu menari riang di sela tulang rusuk,menghadirkan seribu bahagia....

Alunan nada musik adalah bunyi petikan pada dawai yang masuk ke pendengaran kita membawa gelombang lembut .kadang ia mampu memaksa tetesan air mata menyeruak dari kelopak karena merasa gerah bagai tersulut oleh api kerinduan tak tahan pada desakan gelisah cinta saat berpisah dengan kekasih karena himpitan kepedihan cinta yang luka tergores cakar-cakar penantian....

Namun ia juga mampu menghadirkan simpul kesenyuman yang keluar perlahan dari gerakan lembut sepasang bibir indah sebagai isyarat rasa senang dan bahagia.

ALUNAN NADA MUSIK ADALAH NAFAS TERAKHIR AKALNYA HATI DAN NAFASNYA JIWA...

go to the top of the page

Thursday, July 14, 2005

Taman di Dalam Diri

Paulus Winarto

Noge, seorang remaja dari sebuah dusun di pedalaman Irian sana suatu ketika diajak oleh pamannya untuk jalan-jalan ke kota Jakarta. Sang paman yang seorang pengusaha sukses di ibukota itu kemudian membawa Si Noge berkeliling kota. Seperti rusa masuk kampung, Noge begitu tertegun melihat gemerlapnya kota metropolitan itu. Ia berdecak kagum menyaksikan gedung-gedung pencakar lagi di Jalan Thamrin, Sudirman dan Gatot Subroto. Ia membayangkan betapa enaknya hidup di kota yang semuanya serba "wah" dibandingkan di desanya yang listrik saja belum terpasang.

Oleh sang paman, Noge kemudian diajak makan siang di sebuah restoran eropa terkenal. Saat sang paman sibuk memilih menu makan siangnya, Si Noge hanya terdiam sambil memelototi menu tersebut. Ia merasa sangat asing karena belum pernah mengenal makanan-makanan dalam menu tersebut. Maklum anak kampung! Meski telah dipersilakan untuk memilih sendiri, Si Noge tetap saja bingung. Semula ia ingin menanyakan kepada sang paman aneka makanan dalam menu tersebut. Namun niat itu diurungkanya mengingat restoran tersebut sangat ramai siang itu. Lagipula ia merasa malu dan gengsi kalau sampai ketahuan ia dari dusun.

Akhirnya Noge memutuskan untuk memilih masakan yang serupa dengan yang dipesan oleh sang paman. Misalnya ketika sang paman minta tenderloin steak, ia pun langsung angkat suara, "Saya juga tenderloin steak." Ketika sang paman mengatakan, "Well done", Noge pun mengikutinya dengan sempurna, "Well done." Tak ada yang tahu kalau Si Noge tak sedikit pun memahami apa yang diucapkannya. Ketika makanan disajikan di meja, Si Noge pun menunggu apa yang akan dilakukan sang paman. Ketika sang paman memegang pisau, ia pun ikut memegang pisau. Ketika sang paman memegang garpu, ia pun ikut mengangkat garpu. Siang itu, Si Noge betul-betul menjadi hasil fotokopi yang sempurna alias seindah aslinya (baca: sang paman).

Setelah menikmati menu penutup, sang paman kemudian mengambil tisu dan tusuk gigi lalu membersihkan sisa makanan yang masih terselip di gigi-giginya. Sayangnya Si Noge tak bisa melihat jelas apa yang sedang dilakukan sang paman karena mulut sang paman tertutup tisu. Namun ia pun enggan untuk bertanya. Ia tetap mengikuti gerakan sang paman. Usai membereskan tagihan, keduanya pun keluar dari restoran tersebut. Sang paman lalu bertanya, "Noge, bagaimana makan siang kita? Apakah kamu kenyang dan bisa menikmatinya?" Dengan tersenyum Noge menjawab, "Luar biasa, paman! Semua makanan enak-enak dan saya suka. Cuma menu yang terakhir itu saya kurang suka. Kenapa keras dan pahit-pahit seperti rasa kayu?" Oh, oh… rupanya Si Noge memakan tusuk gigi yang dianggapnya sebagai menu terakhir. Sang paman pun hanya bisa tersenyum melihat ulah keponakannya itu.

Apa hikmah yang bisa kita petik dari cerita di atas? Sadar atau tidak, dalam hidup ini kita cenderung ingin menjadi orang lain. Kita sering meniru habis-habisan apa yang dilakukan oleh tokoh idola kita. Kita ingin menjadi seperti mereka. Saya pun pernah mengalami hal tersebut yang akhirnya membuat saya sadar kalau saya tidak akan pernah mencapai potensi maksimal saya jika mencoba menjadi orang lain.

Setiap manusia unik adanya. Ada kelebihan dan kekurangan. Jika kita mencoba menjadi orang lain, keunikan kita akan hilang. Kita hanya akan menjadi sebuah barang imitasi yang buruk! Kita akan kehilangan jati diri kita. Saya tidak sedang mengajak Anda untuk memusuhi orang lain. Sama sekali tidak! Seberapa pun hebatnya orang itu, kita hendaknya menempatkan orang tersebut hanya sebagai tokoh panutan untuk memotivasi kita bergerak maju tetapi kita tetap harus bertumbuh menjadi diri kita sendiri. Terlalu sayang kalau keunikan yang diberikan Tuhan kita sia-siakan begitu saja hanya karena terlalu mengidolakan seseorang secara berlebihan. Oleh karena itu, ambillah waktu untuk memeriksa diri kita. Apa saja keunikan diri kita? Apa kelebihan yang kita miliki yang tidak dimiliki orang lain? Apa saja ketrampilan dan keunggulan saya dibandingkan orang lain? Temukan itu dan kembangkan.

Mungkin Anda masih ingat lagu Hero yang dilantukan oleh Mariah Carey. Lagu yang sangat memotivasi itu jelas-jelas menyatakan ada seorang pahlawan yang sedang bersembunyi dalam diri kita. There's a hero when you look inside your heart! Memang terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk bisa menemukan sang pahlawan itu. Namun percayalah jika Anda bisa menemukannya, perjalanan sukses Anda akan terasa lebih bermakna dan indah. Hati Anda pun akan bernyanyi riang, penuh sukacita.

Injinkanlah saya menceritakan langkah-langkah yang telah saya tempuh untuk bisa menemukannya. Pertama melalui dialog intensif dengan diri sendiri. Saya mencoba berdamai dengan diri sendiri dan minta maaf kepada diri sendiri karena selama ini telah mengabaikan potensi tersebut. Kedua, sembari melakukan proses ini saya pun memperkuat hubungan komunikasi saya dengan-Nya. Ketiga, saya berdiskusi dengan orang-orang terdekat saya yang mencintai saya tanpa syarat. Mereka mengasihi saya dan berharap saya bisa bertumbuh sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan.

Lewat proses ini saya kemudian menemukan kelebihan dan kekurangan saya. Saya makin bisa menerima diri ini dan mencintainya sepenuh hati. Ken Blanchard pernah berujar, "People who feel good about themselves produce good results." Ya, orang-orang yang merasa OK dengan dirinya akan menghasilkan hal-hal baik. Ingat, orang yang tidak bisa mencintai dirinya cenderung sulit untuk bisa mencintai orang lain. Saya pun berkomitmen untuk mengembangkan kelebihan saya. Kalau Anda memulai perjalanan sukses dengan potensi yang telah Anda miliki, Anda akan lebih mudah menggapai impian Anda dibandingkan berusaha mencari sesuatu di luar sana. Rumput tetangga (tidak) selalu lebih hijau!

Saya pun teringat sebuah cerita tentang jendral terbesar yang ditulis oleh Mark Twain. Konon, suatu ketika ada seorang pria meninggal dan bertemu dengan penjaga pintu surga. Menyadari sang penjaga pintu surga pastilah orang yang bijaksana dan berpengetahuan luas, si pria ini mulai bertanya, "Bapak penjaga pintu surga yang saya hormati, saya selalu tertarik dengan sejarah militer selama bertahun-tahun. Bisakah bapak katakan kepada saya, siapa jenderal terbesar sepanjang masa?" Sang penjaga pintu surga menanggapinya dengan segera. "Oh itu pertanyaan mudah. Orang yang kau maksud itu ada di sana," kata sang penjaga pintu surga sambil menunjuk ke arah seorang pria lainnya di pojok. "Bapak, engkau pasti keliru. Aku mengenal orang itu di dunia dan ia cuma pegawai rendahan biasa," kata pria yang masih penasaran itu. Penjaga pintu surga pun menjelaskan, "Benar katamu bahwa ia cuma pegawai rendahan biasa. Tetapi ia sebetulnya bisa menjadi jenderal terbesar sepanjang masa kalau saja ia menjadi jenderal."

Akhirnya, saya ingin kita semua sadar kalau hari ini adalah hari pertama dari sisa kehidupan kita di muka bumi ini. Buatlah itu berarti. Daripada sibuk memandangi rumput di halaman tetangga, lebih baik Anda mencari "taman" di dalam diri Anda, mengolahnya dengan serius, mengembangkannya sehingga suatu saat ia akan menghasilkan "buah" berlimpah.

go to the top of the page

Mangkuk tak beralas

Seorang raja bersama pengiringnya keluar dari istananya untuk menikmati udara pagi. Di keramaian, ia berpapasan dengan seorang pengemis, Sang raja menyapa pengemis ini:
-- Apa yang engkau inginkan dari dariku?
Si pengemis itu tersenyum dan berkata:
-- Tuanku bertanya, seakan-akan tuanku dapat memenuhi permintaan hamba.
Sang raja terkejut, ia merasa tertantang:
-- Tentu saja aku dapat memenuhi permintaanmu. Apa yang engkau minta, katakanlah!
Maka menjawablah sang pengemis:
-- Berpikirlah dua kali, wahai tuanku, sebelum tuanku menjanjikan apa-apa.
Rupanya sang pengemis bukanlah sembarang pengemis.

Namun raja tidak merasakan hal itu. Timbul rasa angkuh dan tak senang pada diri raja,
karena mendapat nasihat dari seorang pengemis.
-- Sudah aku katakan, aku dapat memenuhi permintaanmu. Apapun juga! Aku adalah raja yang paling berkuasa dan kaya-raya.
Dengan penuh kepolosan dan kesederhanaan si pengemis itu mengangsurkan mangkuk penadah sedekah:
-- Tuanku dapat mengisi penuh mangkuk ini dengan apa yang tuanku inginkan.
Bukan main! Raja menjadi geram mendengar 'tantangan' pengemis dihadapannya. Segera ia memerintahkan bendahara kerajaan yang ikut dengannya untuk mengisi penuh mangkuk pengemis kurang ajar ini dengan emas!
Kemudian bendahara menuangkan emas dari pundi-pundi besar yang di bawanya ke dalam mangkuk sedekah sang pengemis. Anehnya, emas dalam pundi-pundi besar itu tidak dapat mengisi penuh mangkuk sedekah.

Tak mau kehilangan muka di hadapan rakyatnya, sang raja terus memerintahkan bendahara mengisi mangkuk itu. Tetapi mangkuk itu tetap kosong. Bahkan seluruh perbendaharaan kerajaan: emas, intan berlian, ratna mutumanikam telah habis dilahap mangkuk sedekah
itu. Mangkuk itu seolah tanpa dasar, berlubang.

Dengan perasaan tak menentu, sang raja jatuh bersimpuh di kaki si pengemis bukan pengemis biasa, terbata-bata ia bertanya :
-- Sebelum berlalu dari tempat ini, dapatkah tuan menjelaskan terbuat dari apakah mangkuk sedekah ini?
Pengemis itu menjawab sambil tersenyum:
-- Mangkuk itu terbuat dari keinginan manusia yang tanpa batas. Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut dalam hidupnya. Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, pengalaman yang mengasyikkan kala engkau menginginkan sesuatu. Ketika akhirnya engkau
telah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah kau dapatkan itu, seolah tidak ada lagi artinya bagimu. Semuanya hilang ibarat emas intan berlian yang masuk dalam mangkuk yang tak beralas itu. Kegembiraan, gairah, dan pengalaman yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan. Begitu saja seterusnya, selalu kemudian datang keinginan baru.
Orang tidak pernah merasa puas. Ia selalu merasa kekurangan.
Anak cucumu kelak mengatakan : power tends to corrupt; kekuasaan cenderung untuk berlaku tamak.

Raja itu bertanya lagi :
-- Adakah cara untuk dapat menutup alas mangkuk itu?
-- Tentu ada, yaitu rasa syukur kepada Allah SWT. Jika engkau pandai bersyukur, Allah akan menambah nikmat padamu*
Ucap sang pengemis itu, sambil ia berjalan kemudian menghilang dari mata khalayak.

go to the top of the page

Wednesday, July 13, 2005

Iri Tiada Henti

Unknown

Ada seorang pemecah batu yang melihat seorang kaya. Iri dengan kekayaan orang itu, tiba-tiba ia berubah menjadi orang kaya. Ketika ia sedang bepergian dengan keretanya, ia harus memberi jalan kepada seorang pejabat. Iri dengan status pejabat itu, tiba-tiba ia berubah menjadi seorang pejabat.

Ketika ia meneruskan perjalanannya, ia merasakan panas terik matahari. Iri dengan kehebatan matahari, tiba-tiba ia berubah menjadi matahari.

Ketika ia sedang bersinar terang, sebuah awan hitam menyelimutinya. Iri dengan selubung awan, tiba-tiba ia berubah menjadi awan. Ketika ia sedang berarak di langit, angin menyapunya. Iri dengan kekuatan angin, tiba-tiba ia berubah menjadi angin.

Ketika ia sedang berhembus, ia tak kuasa menembus gunung. Iri dengan kegagahan gunung, tiba-tiba ia berubah menjadi gunung. Ketika ia sedang bertengger, ia melihat ada orang yang memecahnya. Iri dengan orang itu, tiba-tiba ia terbangun sebagai pemecah batu. Ternyata itu semua hanya mimpi si pemecah batu.

***

Karena kita semua saling terkait dan saling tergantung, tidak ada yang betul-betul lebih tinggi atau lebih rendah. Kehidupan ini baik-baik saja kok... sampai Anda mulai membanding-bandingkan.

Kata Sang Guru: "Rasa berkecukupan adalah kekayaaan terbesar."
Pengejaran keuntungan, ketenaran, pujian, dan kesenangan bersifat tiada akhir karena roda kehidupan terus berputar, silih berganti dengan kerugian, ketidaktenaran, celaan, dan penderitaan. Inilah delapan kondisi duniawi yang senantiasa mengombang-ambingkan kita sepanjang hidup.

Kebahagiaan terletak pada kemampuan untuk mengembangkan pikiran dengan seimbang, tidak melekat terhadap delapan kondisi duniawi.

Boleh-boleh saja kita menjadi kaya dan terkenal, namun orang bijaksana akan hidup tanpa kemelekatan terhadap delapan kondisi duniawi.

go to the top of the page

Tuesday, July 12, 2005

Surat dari Kekasih

Khalil Gibran

Untukmu yang selalu Kucintai, Saat kau bangun di pagi hari,
Aku memandangmu dan berharap engkau akan berbicara kepadaKu, bercerita, meminta pendapatKu, mengucapkan sesuatu untukKu walaupun hanya sepatah kata.

Atau berterima kasih kepadaKu atas sesuatu hal yang indah yang terjadi dalam hidupmu pada tadi malam, kemarin, atau waktu yang lalu....
Tetapi Aku melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi bekerja...
Tak sedikitpun kau menyedari Aku di dekat mu.
Aku kembali menanti saat engkau sedang bersiap.

Aku tahu akan ada sedikit waktu bagimu untuk berhenti dan menyapaKu, tetapi engkau terlalu sibuk...
Di satu tempat, engkau duduk tanpa melakukan apapun.
Kemudian Aku melihat engkau menggerakkan kakimu.
Aku berfikir engkau akan datang kepadaKu, tetapi engkau berlari ke telefon dan menelefon seorang teman untuk sekadar berbual-bual.

Aku melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan Aku menanti dengan sabar sepanjang hari. Namun dengan semua kegiatanmu Aku berfikir engkau terlalu sibuk untuk mengucapkan sesuatu kepadaKu.
Sebelum makan siang Aku melihatmu memandang ke sekeliling, mungkin engkau merasa malu untuk berbicara kepadaKu, itulah sebabnya mengapa engkau tidak sedikitpun menyapaKu.

Engkau memandang tiga atau empat meja sekitarmu dan melihat beberapa temanmu berbicara dan menyebut namaKu dengan lembut sebelum menjamah makanan yang kuberikan, tetapi engkau tidak melakukannya.....
Ya, tidak mengapa, masih ada waktu yang tersisa dan Aku masih berharap engkau akan datang kepadaKu, meskipun saat engkau pulang ke rumah kelihatannya seakan-akan banyak hal yang harus kau kerjakan.
Setelah tugasmu selesai, engkau menghidupkan TV, Aku tidak tahu apakah kau suka menonton TV atau tidak, hanya engkau selalu ke sana dan menghabiskan banyak waktu setiap hari di depannya, tanpa memikirkan apapun dan hanya menikmati siaran yang ditampilkan, hingga waktu-waktu untukKu dilupakan.

Kembali Aku menanti dengan sabar saat engkau menikmati makananmu tetapi kembali engkau lupa menyebut namaKu dan berterima kasih atas makanan yang telah Kuberikan.

Saat tidur Kufikir kau merasa terlalu lelah.
Setelah mengucapkan selamat malam kepada keluargamu, kau melompat ke tempat tidurmu dan tertidur tanpa sepatahpun namaKu kau sebut.
Tidak mengapa kerana mungkin engkau masih belum menyedari bahawa Aku selalu hadir untukmu.

Aku telah bersabar lebih lama dari yang kau sedari.
Aku bahkan ingin mengajarkan bagaimana bersabar terhadap orang lain.
Aku sangat menyayangimu, setiap hari Aku menantikan sepatah kata darimu, ungkapan isi hatimu, namun tak kunjung tiba.
Baiklah..... engkau bangun kembali dan kembali Aku menanti dengan penuh kasih bahawa hari ini kau akan memberiKu sedikit waktu untuk menyapaKu...

Tapi yang Kutunggu ... ah tak juga kau menyapaKu.
Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, Isya dan Subuh lagi kau masih tidak mempedulikan Aku.
Tak ada sepatah kata, tak ada seucap doa, tak ada pula harapan dan keinginan untuk sujud kepadaKU....
Apakah salahKu padamu ...? Rezeki yang Kulimpahkan, kesihatan yang Kuberikan, Harta yang Kurelakan, makanan yang Kuhidangkan , Keselamatan yang Kukurniakan, kebahagiaan yang Kuanugerahkan, apakah hal itu tidak membuatmu ingat kepadaKu ???

Percayalah, Aku selalu mengasihimu, dan Aku tetap berharap suatu saat engkau akan menyapaKu, memohon perlindunganKu, bersujud menghadapKu ... Kembali kepadaKu.
Yang selalu bersamamu setiap saat, Tuhanmu....

go to the top of the page

Tuesday, July 05, 2005

Suara yang didengar mayat

Yang Akan Ikut Mayat Adalah Tiga:
Keluarga, Hartanya dan Amalnya.
Ada Dua Yang Kembali Dan Satu akan Tinggal Bersamanya;
Keluarga Dan Hartanya Akan Kembali
Sementara Amalnya Akan Tinggal Bersamanya.

Maka ketika Roh Meninggalkan Jasad...
Terdengarlah Suara Dari Langit Memekik,
"Wahai engkau manusia..."
Apakah Kau Yang Telah Meninggalkan Dunia,
Atau Dunia Yang Meninggalkanmu
Apakah Kau Yang Telah Menumpuk Harta Kekayaan,
Atau Kekayaan Yang Telah Menumpukmu
Apakah Kau Yang Telah Menumpuk Dunia,
Atau Dunia Yang Telah Menumpukmu
Apakah Kau Yang Telah Mengubur Dunia,
Atau Dunia Yang Telah Menguburmu."

Ketika Mayat Tergeletak Akan Dimandikan....
Terdengar Dari Langit Suara Memekik,
"Wahai engkau manusia...
Mana Badanmu Yang Dahulunya Kuat,
Mengapa Kini Terkulai Lemah
Mana Lisanmu Yang Dahulunya Fasih,
Mengapa Kini Bungkam Tak Bersuara
Mana Telingamu Yang Dahulunya Mendengar,
Mengapa Kini Tuli Dari Seribu Bahasa
Mana Sahabat-Sahabatmu Yang Dahulunya Setia,
Mengapa Kini Raib Tak Bersuara"

Ketika Mayat Siap Dikafan...
Suara Dari Langit Terdengar Memekik,
"Wahai engkau manusia...
Berbahagialah Apabila Kau Bersahabat Dengan Ridha
Celakalah Apabila Kau Bersahabat Dengan Murka Allah
"Wahai Fulan Anak Si Fulan...
Kini Kau Tengah Berada Dalam Sebuah Perjalanan
Nun Jauh Tanpa Bekal
Kau Telah Keluar Dari Rumahmu
Dan Tidak Akan Kembali Selamanya
Kini Kau Tengah Safar Pada Sebuah Tujuan
Yang Penuh Pertanyaan."

Ketika Mayat Diusung...
Terdengar Dari Langit Suara Memekik
"Wahai engkau manusia...
Berbahagialah Apabila Amalmu Adalah Kebajikan
Berbahagialah Apabila Matimu Diawali Tobat
Berbahagialah Apabila Hidupmu Penuh Dengan Taat. "

Ketika Mayat Siap Dishalatkan ....
Terdengar Dari Langit Suara Memekik,
"Wahai engkau manusia...
Setiap Pekerjaan Yang Kau Lakukan,
Kelak Kau Lihat Hasilnya Di Akhirat,
Apabila Baik, Maka Kau Akan Melihatnya Baik,
Apabila Buruk, Kau Akan Melihatnya Buruk. "

Ketika Mayat Dibaringkan Di Liang Lahat...
Terdengar Suara Memekik Dari langit,
"Wahai engkau manusia...
Apa yang Telah Kau Siapkan Dari Rumahmu
Yang Luas Di Dunia,
Untuk Kehidupan Yang Penuh Gelap Gulita Di Sini,
"Wahai engkau manusia...
Dahulu Kau Tertawa, Kini Dalam Perutku Kau Menangis,
Dahulu Kau Bergembira, Kini Dalam Perutku kau Berduka,
Dahulu Kau Bertutur Kata,
Kini Dalam Perutku Kau Bungkan Seribu Bahasa.


Ketika Semua Manusia Meninggalkannya Sendirian....
Allah Berkata Kepadanya,
"Wahai Hamba-Ku.....
Kini Kau Tinggal Seorang Diri,
Tiada Teman Dan Tiada Kerabat,
Di Sebuah Tempat Kecil, Sempit Dan Gelap..
Mereka Pergi Meninggalkanmu.. Seorang Diri..
Padahal, Karena Mereka Kau Pernah Langgar Perintahku
Hari Ini,....
Akan Kutunjukan Kepadamu
Kasih Sayang-Ku, Yang Akan Takjub Seisi Alam
Aku Akan Menyayangimu
Lebih Dari Kasih Sayang Seorang Ibu Pada Anaknya".

Kepada Jiwa-Jiwa Yang Tenang Allah Berfirman,
"Wahai Jiwa Yang Tenang,
Kembalilah Kepada Tuhanmu,
Dengan Hati Yang Puas Lagi Diridhai-Nya,
Maka Masuklah Ke Dalam kumpulan Hamba-Hamba-Ku,
Dan Masuklah Ke Dalam Surga-Ku"

go to the top of the page

Monday, July 04, 2005

Romantisnya Rasulullah

Bayu

Buat para suami-suami, seringkali kita memperdebatkan dan memperbincangkan permasalahan yang berkaitan dengan kebahagiaan berumah tangga.

Seorang bapak (suami), pernah bertanya dalam sebuah dialog interaktif konsultasi keluarga di sebuah situs Islam lokal, tentang bagaimana mendapatkan kasih sayang dan pengabdian istri. Dan yang tidak kalah 'heboh', tidak sedikit pertanyaan yang ujung-ujungnya ingin melakukan poligami dengan berbagai alasan tentunya.

Poligami, jelas sangat diperbolehkan dan dicontohkan oleh baginda Rasul meski pun dalam tradisi dan budaya masyarakat kita, beristri lebih dari satu masih merupakan hal yang dianggap tidak lazim bahkan tabu.

Namun sepertinya, ada hal yang sering terlupakan oleh para suami, sudahkah kita mencontoh Rasulullah dalam urusan romantisme berumahtangga? Sehingga Nabi SAW -karena romantismenya yang luar biasa terhadap para istri beliau- tidak pernah kita mendengar ada masalah yang besar dalam rumah tangga bersama para istrinya.

Jadi, untuk sementara kesampingkan dulu masalah seperti ketidakbahagiaan beristri yang usianya lebih tua, rumahtangga tidak harmonis, sehingga memunculkan wacana yang saat ini sedang ngetrend; poligami.

Padahal sesungguhnya jika kita mau merenunginya kembali, bisa jadi permasalahan utamanya sangat sederhana; kita kurang romantis!

Mari kemudian kita cermati tauladan dari Rasulullah, manusia agung yang sangat romantis terhadap istri-istrinya sebelum kita bicarakan niat atau kemungkinan untuk berpoligami.

Rasulullah SAW adalah contoh yang terbaik seorang suami yang mengamalkan sistem Poligami. Baginda Nabi sangat romantis kepada semua istrinya.

Dalam satu kisah diceritakan, pada suatu hari istri-istri Rasul berkumpul ke hadapan suaminya dan bertanya, "Diantara istri-istri Rasul, siapakah yang paling disayangi?". Rasulullah SAW hanya tersenyum lalu berkata, "Aku akan beritahukan kepada kalian nanti"

Setelah itu, dalam kesempatan yang berbeda, Rasulullah memberikan sebuah kepada istri-istrinya masing-masing sebuah cincin seraya berpesan agar tidak memberitahu kepada istri-istri yang lain.

Lalu suatu hari hari para istri Rasulullah itu berkumpul lagi dan mengajukan pertanyaan yang sama. Lalu Rasulullah SAW menjawab, "Yang paling aku sayangi adalah yang kuberikan cincin kepadanya". Kemudian, istri-istri Nabi SAW itu tersenyum puas karena menyangka hanya dirinya saja yang mendapat cincin dan merasakan bahwa dirinya tidak terasing.

Masih ada amalan-amalan lain yang bisa dilakukan untuk mendapatkan suasana romatis seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Apabila pasangan suami istri berpegangan tangan, dosa-dosa akan eluar melalui celah-celah jari mereka".

Rasulullah SAW selalu berpegangan tangan dengan Aisyah ketika di dalam rumah. Beliau acapkali memotong kuku istrinya, mandi janabat bersama, atau mengajak salah satu istrinya bepergian, setelah sebelumnya mengundinya untuk menambah kasih dan sayang di antara mereka.

Baginda Nabi SAW juga selalu memanggil istri-istrinya dengan panggilan yang menyenangkan dan membuat hati berbunga-bunga. "Wahai si pipi kemerah-merahan" adalah contoh panggilan yang selalu beliau ucapkan tatkala memanggil Aisyah.

Itulah sedikit contoh romantisme Rasulullah SAW yang dapat kita teladani dan praktekkan dalam kehidupan berumahtangga.
Tentu, masih banyak contoh romantisme lainnya.

Kepada suami-suami yang baik, mulailah bersikap lembut dan berupaya membuat sang istri selalu mengembang senyumnya. Peganglah tangan istri anda setiap waktu, setiap kesempatan.
Begitu pula para istri-istri yang sholehah, peganglah juga
tangan suami anda untuk menghapuskan segala dosa-dosa.

Jadi, jika kita bisa meniru romantisme ala Rasul, sehingga istri pun membalas dengan yang tidak kalah romantisnya, masalah mana lagi yang sempat mampir dalam bahtera rumahtangga kita?

Ibarat kata, tidak ada makanan di rumah pun bisa diselesaikan berdua dengan tetap tersenyum, bukan begitu?

go to the top of the page

"Sirami Bunga Kita Dengan Cinta"

Bayu

"Awal bulan depan, genap satu tahun pernikahan kita. Sementara bunga kecil di perutmu sudah mulai mendesak-desak ingin keluar, hmm... tak terasa sebentar lagi bunga itu akan keluar dan menghiasi harum rumah kecil ini. Dik, sungguh aku sudah tidak sabar untuk menciuminya sepuasku hingga tak satupun orang lain kuberikan kesempatan mencium dan memeluknya sebelum aku, ayahnya, bosan menciumnya.

Satu tahun empat bulan yang lalu, aku masih ingat saat datang ke rumahmu untuk berkenalan dengan keluargamu. Takkan pernah hilang dalam ingatanku, betapa kedatanganku yang ditemani beberapa sahabat untuk berkenalan malah berubah menjadi sebuah prosesi yang aku sendiri tidak siap melakukannya, yah... aku melamarmu dik....

Padahal, baru satu minggu sebelum itulah kita berkenalan di rumah salah seorang sahabatmu. Waktu itu, aku tak berani menatap wajahmu meski ingin sekali aku beranikan diri untuk mengangkat wajahku dan segera menatapmu. Tapi, entah magnet apa yang membuatku terus tertunduk. Kenakalanku selama ini ternyata tidak berarti apa-apa dihadapanmu, kurasakan sebuah gunung besar bertengger tepat di atas kepalaku dan membuatku terus tertunduk.

Dik, aku juga masih ingat dua hari setelah pernikahan kita, kamu masih tidak mau membuka jilbab didepanku meski aku sudah sah sebagai suamimu. Tidurpun, kita masih berpisah, kamu diatas kasur empuk yang aku belikan beberapa hari sebelum pernikahan, sementara aku harus kedinginan tidur dilantai beralaskan selimut.

Hmm, aku masih sering tersenyum sendirian kala mengingat kata-kataku untuk merayumu agar mau membuka jilbab. "Abang cuma ingin tahu, istri abang nih ada telinganya nggak sih". Kata-kata lembutku pada malam ketiga itu langsung disambar dengan pelototan mata indahmu. "Teruslah dik, mata melotot adik takkan pernah membuat abang takut atau menyerah, malaaah, adik makin terlihat cantik, makin jelas indahnya mata adik".

Setelah kata-kata itu meluncur dari mulut jahilku, bertubi-tubi pukulan sayang mendarat di tubuh dan kepalaku karena adik menganggap aku meledekmu. Tapi waktu itu, aku justru merasakan kehangatan pada setiap sentuhan tanganmu yang mengalir bak air di pegunungan. Karena aku yakin, dibalik pukulan-pukulan kecil itu, deras kurasakan cintamu seiring hujan yang turun sejak selepas maghrib.

Indah bunga seroja di taman mungkin takkan pernah bisa mengungkapkan eloknya cinta kita, cinta yang didasari atas kecintaan kepada Allah. Allah-lah yang menciptakan hati, jiwa dan ragamu begitu rupa sehingga aku mencintaimu. Aku pun berharap, atas dasar cinta Allah pulalah adik mencintaiku. Karena hanya dengan cinta karena Allah, cinta ini akan terus berbunga dan mewangi selamanya.

Cinta hakiki adalah cinta kepada zat yang menciptakan cinta itu sendiri, begitu seorang bijak berkata. Cinta tidak dirasa tanpa pengorbanan, kasih sayang bukan sekedar untaian kata-kata indah, dan kerinduan yang terus takkan pernah terwujud jika hanya sebatas pemanis bibir, tambah sang bijak.

Langit akan selamanya cerah, bila kita suburkan cinta ini. Mentari takkan pernah bosan bersinar selama kasih antara kita tetap terpatri dan rembulan pun tetap tersenyum, selama kita isi hari-hari dengan segala keceriaan yang jujur.

Tak terasa, malam semakin larut dik. Baru saja kudengar dentang jam berbunyi duabelas kali. Sementara tangan ini masih asik dengan pena dan secarik kertas putih. Kan kutulis semua rasa bathinku malam ini, semua keindahan, kehangatan, dan hidup dibawah naungan cinta bersamamu karena Allah. Tapi, maafkan aku dik, karena aku juga akan mengkhabarimu hal yang tidak pernah kuceritakan kepadamu sebelumnya.

Kau sandarkan kepalamu di dadaku, lelap sudah malam menghantarmu tidur. Tapi, ah... bunga kecil kita ternyata belum tidur dik... sesekali kurasakan sentuhan kakinya dari dalam perutmu. Rupanya bunga kecil itu sudah mengenaliku sebagai ayahnya, kurasakan berkali-kali diberbagai kesempatan berdampingan denganmu, tangan-tangan kecilnya berupaya menggapai dan menyentuhku seakan memintaku untuk segera menggendongnya.

Malam ini, ada tangis dihatiku yang tidak mungkin aku curahkan padamu. Karena aku tahu, kaupun sudah cukup sering menahan tangismu agar tidak terlihat olehku. Jadi, mana mungkin aku menambahinya dengan air mataku yang mulai menggenang di bibir kelopak mataku ini.

Sebagai suami, aku merasa belum mampu membahagiakanmu dik. Nafkah yang kuberikan kepadamu setiap bulan, tidak pernah cukup bahkan untuk dua minggu pun. Sehingga untuk keperluan dua minggu berikutnya, aku harus meminjamnya dari teman-temanku tanpa sepengetahuanmu dan aku hanya membisikimu, "rizqumminallaah".

Setahun kita menikah, tak sehelaipun pakaian kubelikan untukmu. Bahkan aku sering menangis, saat mengajakmu pergi, adik harus bingung mencari-cari sandal yang layak dipakai. Tak pernah aku mengajakmu untuk berjalan-jalan, karena aku selalu disibukkan dengan segala urusanku, tak peduli hari libur. Aku selalu berharap adik tampil cantik dan segar sepanjang hari, tapi tak pernah kubelikan adik alat-alat kecantikan. Dan yang terakhir, aku tak kuasa mengingatnya dik, meski berat kita harus melalui saat-saat kita makan dengan makanan seadanya, bahkan tidak jarang kita berpuasa. Waktu itu adik bilang, "Biarlah bang, adik lebih rela makan sedikit dan seadanya daripada kita harus berhutang, karena hidup tidak akan tenteram dan selalu merasa dikejar-kejar".

Sebentar lagi, bunga kecil itu akan hadir dik. Akankah aku, ayahnya, membiarkannya tumbuh dengan apa adanya seperti yang aku lakukan terhadapmu dik. Bersyukurlah ia karena mempunyai ibu yang sholehah dan selalu menjaga kedekatannya dengan Allah. Karena, walau gizi yang diberikannya kelak tidak sebanyak kebanyakan anak-anak lainnya, tetapi ibunya akan mengalirkan gizi takwa dihatinya, mengenalkan Allah sebagai Rabb-nya, Muhammad sebagai tauladannya dan mengajarkan Al Qur'an sebagai petunjuk jalannya kelak. Ibunya akan mengajarkan kebenaran kepadanya sehingga mampu membedakan mana hak dan mana bathil,

Dik, jika ia lahir nanti, sirami hatinya dengan dzikir, suburkan jiwanya dengan lantunan ayat-ayat suci Al Qur'an, hangatkan tubuhnya dengan keteguhan menjalankan dinnya, baguskan pula hatinya dengan mengajarkannya bagaimana mencintai Allah dan Rasul-Nya, ajarkan juga ia berbuat baik kepada orangtua dan orang lain, bimbinglah ia dengan ilmu yang kau punya, sehingga dengan ilmu itu ia tidak menjadi orang yang tertindas. Jadikan jujur sebagai pengharum mulutnya serta kata-kata yang benar, baik, lembut dan mulia sebagai penghias bibirnya. Sematkan kesabaran dalam setiap langkahnya, taburi pula benih-benih cinta di dadanya agar ia mampu mengukir cinta dan kasih sayang dalam setiap perilakunya, dan yang terakhir kenakan takwa sebagai pakaiannya setiap hari.

Jika demikian, insya Allah harapan dan do'a kita untuk tetap bersama sampai di surga kelak akan lebih mudah kita gapai. Aku berharap, engkau membaca surat yang kuselipkan di bawah bantalmu malam ini. Dan jika kau telah membacanya esok pagi, jangan katakan apapun kecuali ciuman hangat di tanganku. Karena dengan begitu, aku tahu kau telah membacanya."

go to the top of the page

Untuk Apa Mempunyai Anak?

Mempunyai anak sendiri adalah salah satu dari karunia terindah dalam fase kehidupan berumah tangga. Rasa bahagia itu akan lebih terasa lagi saat menunggu kelahiran penyeri rumahtangga itu sudah terlalu lama. Sang ibu merasa bangga, selain karena telah berhasil memenuhi keinginan suami dan keluarga, ia juga bersyukur kepada Allah karena telah dikaruniakan anak yang diimpikannya.

Anak adalah anugerah Ilahi. Semua pasangan secara fitrahnya sangat mendambakan anugerah dan karunia ini. Karena itu, orang tua seharusnya tahu dan menyadari nilai karunia Allah yang begitu besar ini. Anak adalah amanah Allah. Orang tua harus tahu hakikat ini. Mereka yang tidak memahami hakikat nilai ini, sangat mungkin akan meremehkan dan mengabaikan kewajiban mereka untuk menjaga dan mendidik anak.
Tidak semua orang yang berkeluarga mudah dan cepat dapat menimang anak. Allah yang menentukan dan mengurniakan amanah ini kepada siapa yang Dia inginkan. Karena itu, pasangan yang telah diizinkan Allah mendapat anak, harus mampu menjaganya dengan baik. Curahkan kasih sayang dan perhatian yang paling baik menurut perintah Allah dan didikan Rasulullah SAW.

Allah SWT berfirman, “Dia memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis lelaki dan perempuan (kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. asy-Syura: 49-50).

Kita wajib menyambut anak yang lahir dengan penuh syukur dan kasih sayang, karena ini adalah nikmat dari Allah SWT. Nikmat yang akan menjadi penyeri rumahtangga. Membahagiakan dan menyenangkan hati suami. Apatah lagi si isteri. Firman Allah, “Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami)”. (QS. al-Furqan: 74).

Allah SWT juga ada mengabadikan doa hamba-hamba-Nya yang akan mampu mewariskan perjuangan mereka. Misalnya, doa Nabi Zakaria, “Ya Rabbi, kurniakan aku seorang anak yang baik di sisi Engkau.” (ali Imran: 38). “Anugerahkan aku seorang putera, yang akan mewarisi sebahagian keluarga Ya’kub.” (QS. Maryam: 5-6).

Bahkan, anak yang baik ini akan memberi manfaat kepada orang tua apabila kembali kepada Allah. Seorang ulama pernah mengungkapkan, “Anak-anak yang soleh akan menjadi sumber sedekah jariah bagi ibu bapa”. Itu terjadi jika anak-anak itu dididik, diasuh dan dijaga diri serta jiwa mereka dengan sempurna hingga menjadi mukmin yang benar. Hanya anak soleh yang bisa menjadi amalan abadi yang terus mengalir pahalanya untuk kedua orang tua.

Kita sadar bahwa Allah SWT telah memerintahkan setiap Muslim supaya menjadikan diri sebagai manusia yang dikehendaki Allah. Allah berfirman, “Hendaklah kamu menjadi manusia-manusia rabbani”. (QS. Ali-Imran: 79). Ibu bapa mempunyai tugas berat mendidik anak-anak yang Rabbani. Satu tanggung jawab yang suci untuk menghasilkan manusia-manusia yang hanya taat kepada Allah dan RasulNya. Amanah ini cukup berat, tapi ia akan ditanya oleh Allah kelak.

Rasulullah SAW bersabda, “....dan setiap suami adalah pemimpin bagi keluarganya. Ia akan diminta pertanggungjawabannya dan setiap isteri adalah pemimpin atas penghuni rumah dan anak suaminya, dan ia akan diminta pertanggungjawabannya”.

Sehubungan dengan itu, orang tua mesti memahami dan menunaikan setiap hak anak yang dipikulkan kepada mereka. Sabda Nabi, “Hak anak ke atas ayahnya ialah memberinya nama yang baik, mengajarnya menulis, mengawinkannya apabila sudah cukup umur dan mengajarnya al- Qur’an.” (Riwayat al-Hakim & ad-Dailami).

Baginda SAW juga pernah bersabda, “Tidak ada suatu pemberian yang lebih baik daripada seorang ayah kepada anaknya daripada budi pekerti yang baik”. (Riwayat at-Tirmidzi).

Di samping itu, kasih sayang ayah dan ibu juga harus diperhatikan. Itu hak mereka. Perhatian dan kasih sayang mereka perlukan untuk menjadi insan yang tunduk kepada tuntunan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Berbaktilah kalian kepada kedua orang tuamu, niscaya anak-anakmu akan berbakti kepadamu.”

Mendidik anak-anak menjadi insan soleh adalah tanggungjawab orang tua. Orang tua tidak seharusnya gagal mendidik anak-anak dalam mengemban tanggung jawab ini. Jika gagal mendidik anak karena lalai, maka beban yang berat akan dipikul di akhirat nanti. Allah SWT telah mengingatkan masalah ini dalam firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! Selamatkan diri kamu dan anggota keluarga kamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim : 6).

Anak-anak adalah penyambung kehidupan keluarga dan penerus cita-cita ibu dan ayah. Mereka harus dididik agar menjadi anak yang soleh. Dipersiapkan untuk memikul dan melaksanakan tugas menyebar dan membela Islam. Merekalah yang mewarisi kerja-kerja kita yang belum selesai.

Mari tanya diri kita. Seriuskah kita dalam kerja mendidik mereka? Betulkah cara yang kita gunakan untuk mendidik, mengasuh dan menjaga anak-anak kita? Adakah karunia Allah ini akan kita sia-siakan hingga kelak bukannya menjadi tabungan pahala di akhirat, malah sebaliknya?

go to the top of the page

Kasih Sayang Ibu

Miftahul Khair

Siang itu, aku berada dalam bis ekonomi jurusan Bekasi - Bogor yang sesak oleh penumpang. Bau keringat menusuk hidung, bercampur cuaca panas dan kepulan asap rokok disana-sini. Meski aku berdiri dekat ventilasi udara, tetap saja tak bisa mengurangi rasa gerah. Panas sekali.

Namun di ujung sana, di atas kap mesin bis yang kutumpangi, seorang ibu menarik perhatianku. Sepertinya ia tidak memedulikan panas ruangan di sekitarnya. Dengan tenang digendongnya sang anak yang masih balita. Sambil menyusui anaknya lewat botol susu, sesekali ia mengajak sang anak bergurau dan bercanda. Walaupun mungkin anak seusianya belum mampu merespon senda-gurau itu.

Melihat pemandangan itu, sejenak pikiran ini menerawang jauh, Subhanallah, begitu dahsyatnya kasih sayang orang tua kepada anaknya. Terutama kasih sayang seorang ibu.

***
Setiap kita tak akan bisa menghitung, berapa banyak kesusahan yang telah kita timpakan kepada orang tua- dari mulai kita berada dalam kandungan sampai saat ini. Sembilan bulan kita berada dalam rahim ibu, dibawa-dirawatnya janin kita yang tak berdaya itu dimanapun ia berada. Tak ada kata istirahat buat Ibu. Saat tidurnyapun kita ini masih begitu menyusahkan. Jangankan tengkurap, tidur telentang saja dirasakan ibu begitu berat.

Ketika detik-detik kelahiran kian dekat, perjuangan Ibupun semakin berat- dihadapkan pada dua pilihan antara hidup atau mati. Bersimbah peluh, berlumur darah untuk melahirkan anak kesayangan yang telah lama dinanti-nantikan.

Setelah kita lahir, kesusahan yang kita timpakan kepada duanya semakin bertambah pula. Kita minum air susunya kapanpun kita mau. Ditengah kerewelan kita, segala macam kebutuhan dan keinginan kita dengan sabar dilayaninya. Waktu istirahat Ibupun sering kita "rampas." Siang hari kita enak tidur, namun malam hari, saat Ibu atau Bapak membutuhkan istirahat, tangisan kita malah santer membuat mereka terjaga dan sulit terlelap kembali.

Lalu apakah kesusahan yang kita timpakan kepada ibu selesai sampai di situ Tentu tidak. Justru semakin bertambah usia kita semakin bertambah pula kesulitan yang ditanggungkan Ibu. Saat sekolah, misalnya, tak jarang kita yang menjalani ujian, namun justru ibu kita yang lebih banyak berdoa dan lebih khawatir. Takut tidak bisa-lah, takut tidak lulus-lah, dan kecemasan lain, yang kita sendiri kurang peduli.

Setelah kita bekerja atau berkeluarga, berkurangkah kasih sayang mereka Tidak sama sekali. Biarpun diri kita telah dianggap mandiri, tetap saja Ibu mengkhawatirkan keadaan kita. Seperti saat kita sakit misalnya.

***
Setelah kita berkeluarga, kasih sayang Ibu tetap tak berujung. Walaupun secara kasat tampaknya lebih banyak dicurahkan kepada sang cucu, Toh, tetap saja itu termasuk salah satu wujud kasih sayangnya kepada kita.

Maka, jika keduanya masih ada, bersikap santunlah kepada ibu dan bapak. Berbuatlah yang terbaik bagi mereka. Simak Firman Allah SWT dalam Al Qur'an surat Al 'Isra, ayat 23 : "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia. Dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan perkataan "ah", dan janganlah kamu membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."

Andaikan orang tua kita telah dipanggil Allah SWT, doakanlah mereka. Karena beliau begitu merindukan doa-doa kita. Semoga saja kita tergolong sebagi anak-anak yang shaleh. Aamiin.

go to the top of the page

Indahnya Memberi

Anis Mata

Cinta itu indah. Karena ia bekerja dalam ruang kehidupan yang luas. Dan inti pekerjaannya adalah memberi. Memberi apa saja yang diperlukan oleh orang-orang yang kita cintai untuk tumbuh menjadi lebih baik dan berbahagia karenanya.

Para pencinta sejati hanya mengenal satu pekerjaan besar dalam hidup mereka: memberi. Terus menerus memberi. Dan selamanya begitu. Menerima? Mungkin, atau bisa juga. jadi pasti! Tapi itu efek. Hanya efek. Efek dari apa yang mereka berikan. Seperti cermin kebajikan yang memantulkan kebajikan yang sama. Sebab, adalah hakikat di alam kebajikan bahwa setiap satu kebajikan yang kita lakukan selalu mengajak saudara-saudara kebajikan yang lain untuk dilakukan juga.

Itu juga yang membedakan para pecinta sejati dengan para pencinta palsu. Kalau kamu mencinta seseorang dengan tulus, ukuran ketulusan dan kesejatian cintamu adalah apa yang kamu berikan padanya untuk membuat kehidupannya menjadi lebih baik. Maka kamu adalah air. Maka kamu adalah matahari. la tumbuh dan berkembang dari siraman airmu. la besar dan berbuah dari sinar cahayamu.

Para pencinta sejati tidak suka berjanji. Tapi begitu mereka memutuskan mencinta seseorang, mereka segera membuat rencana memberi. Setelah itu mereka bekerja dalam diam dan sunyi untuk mewujudkan rencana-rencana mereka. Setiap satu rencana memberi terealisasi, setiap itu satu bibit cinta muncul bersemi dalam hati orang yang dicintai. Janji menerbitkan harapan. Tapi pemberian melahirkan kepercayaan.

Bukan hanya itu. Rencana memberi yang terus terealisasi menciptakan ketergantungan. Seperti, pohon tergantung dari siraman air dan cahaya matahari. Itu ketergantungan produktif. Ketergantungan yang menghidupkan. Di garis hakikat ini, cinta adalah cerita tentang seni menghidupkan hidup. Mereka menciptakan kehidupan bagi orang-orang hidup.

Karena itu kehidupan yang mereka bangun seringkali tidak disadari oleh orang-orang yang menikmatinya. Tapi begitu sang pemberi pergi, mereka segera merasakan kehilangan yang menyayat hati. Tiba-tiba ada ruang besar yang kosong tak berpenghuni. Tiba-tiba ada kehidupan yang hilang tak berpenghuni. Tiba-tiba ada kehidupan yang hilang.

Barangkali suatu saat kamu tergoda untuk menguji dirimu sendiri. Apakah kamu seorang pencinta sejati atau pencinta palsu. Caranya sederhana. Simak dulu pesan Umar bin Khattab ini: hanya ada satu dari dua perasaan yang mungkin dirasakan oleh setiap orang pada saat pasangan hidupnya wafat: merasa bebas dari beban hidup atau merasa kehilangan tempat bergantung.

Sekarang bertanyalah pada pasangan hidup Anda tanpa dia ketahui. Jika aku mati sekarang, apakah kamu akan merasa bebas dari sebuah beban atau akan merasa kehilangan tempat bergantung? Kalau dia merasa kehilangan, maka dilangit hatinya akan ada mendung pekat yang mungkin menurunkan hujan air mata yang amat deras. Jika tidak, mungkin senyumnya merekah sambil berharap bahwa kepergianmu akan memberinya kesempatan baru untuk membangun kehidupan yang lebih baik.

go to the top of the page

Friday, July 01, 2005

Ayahku Tegar

Rahima

Gejolak perasaanku begitu trenyuh, tatkala kulihat ayahku berbaring, tertidur pulas dicelah-celah bantal guling kepunyaan ibuku. Kupandangi wajahnya yang begitu sayu dan letih, bekas guratan-guratan kepenatan dan kelelahan kerja disiang hari.

Ayahku seorang pegawai biasa yang bergaji normal-normal saja. Karir demi karir dijalaninya, pergi pagi, pulang sore, bahkan sampai malam tanpa mengenal lelah.

Ayahku yang hanya tamatan SMEA itu, meniti hidup penuh dengan ketabahan, kesabaran dan keuletan.

Tak jarang kulihat rambutnya kusut, keningnya berkeringat penuh dengan butiran-butiran dari bongkahan air, matanya sayu, wajahnya kering bagai bebatuan yang terkena sengit mentari, sepulang mencari nafkah demi sesuap nasi, mengisi minyak kompor agar dapur kami berasap.

Sering kutanya : " Ayah..kenapa ayah sering terlambat pulang dari kerja? ".
Ayahku menjawab : " Nak,.ayah banyak pekerjaan, kalau ayah tak kerja, bagaimana kita makan, bagaimana Shinta sekolah, bagaimana adik-adik dan kakak-kakak berpakaian sebagaimana teman-teman kalian berpakaian, bagaimana adikmu yang kecil bisa bermain dengan mainannya. Semua itu pakai duit, tak ada yang gratis sekarang, air saja bayar, rumah saja bayar pajak, masih untung nak, bernafas masih gratis, coba kalau bernafas saja harus bayar lagi ?".

Pagi-pagi sekali, ayahku sudah bangun, sementara kami masih terlelap dalam mimpi-mimpi dan bunga-bunganya tidur, dipulau kasur yang tak bertepi, tak berbatas, selain hanya menambah kenyeyakan mata saja.

Dan tak jarang ayahku membanguni kami agar segera bangkit dari pulau empuk itu, mandi, berwudhuk dan shalat, juga menyuruh kami membersihkan kasur, tak jarang juga beliau melipat selimut-selimut kami, karena selimut kami begitu tebalnya sehingga tak kuat kami mengangkatnya, hanya tangan ayah yang kuat dan tegar saja yang mampu melipat semua itu dengan begitu rapinya.

Ayahku sering menjadi imam diantara kami, mengajari kami tulis baca AlQuran, mendidik kami menjadi anak-anak yang berakhlak baik, hidup dalam kemuliaan, bersikap baik sesama manusia dan binatang, juga ciptaan Allah lainnya, walaupun ayahku bukanlah tamatan sekolah tinggi di Al Azhar Mesir sana, namun ia bisa dengan fasih membaca AlQuran.

Kalau ayahku sedang sakit, biasanya ia sangat manja dengan ibuku yang dengan sabar melayani ayah terbaring dikasur, menyediakan teh hangat, soup sayuran, walau ngak pakai daging, atau ayam, maklumlah hidup seorang pegawai biasa, sangat sulit untuk membeli daging dan ayam yang mahal-mahal.

Makanan kami seringnya tempe, tahu, ikan asin, ikan teri kecil-kecil saja, namun tetap juga kami sehat, karena ayah selalu melarang kami untuk makan yang siap jadi(instant), atau makan dijalanan, karena ayahku bilang kurang terjamin kesegaran dan khasiatnya.

Ayahku memang jarang, bahkan tidak suka makan diluar, direstoran, kedai-kedai, sukanya makan dirumah, masakan ibuku yang sederhana, tetapi segar. Kata ayah masakan ibu jauh lebih nikmat dibandingkan makanan direstoran Padang itu. Ayahku memang pemuji ulung lagi menghargai hasil kerja ibuku.

Sebelum ayahku bekerja dikantoran, ia dulunya pernah bekerja sebagai tukang angkat batu bangunan. Sungguh menyedihkan, terkadang kaki ayah sampai luka-luka, tangannya kasar akibat berteman dengan pekerjaan kasar semacam itu. Badannya sedikit bungkuk akibat membawa beban berat bebatuan dipunggung dan pundaknya.

Ada tawaran untuk berbisnis kain,.dan baju-bajuan. Maka sempat jugalah ayahku menjadi pedagang kaki lima di pinggiran jalan itu.

Sambil menjajakan dangangannya beliau berkata : "harga murah..harga murah…siapa mau beli,.akan beruntung..kain bagus,..baju bagus,.buatan Indonesia,.kainnya lembut, tenunannya halus ,.hanya Rp 10.000 perlembar kain ".

Duh,..datang sipenglihat-lihat dari para ibu-ibu yang rajin menawar dipasar,.sudah bongkar sana-sini,..tanya harga keliling jembatan,.tawar menawar,.ngak juga beli,.". Tinggallah ayahku menyusun kembali dan melipat kain yang sudah digebrak gebruk oleh ibu tadi.

Namun ia tetap tabah dan sabar,.sambil berkata terus tanpa kenal lelah, dimana simpanan suaranya sudah mulai serak-serak kering.

Terkadang beliau pulang dengan tangan hampa, terkadang membawa hasil yang lumayan. Begitulah hari demi hari dilalui ayah, sampai datanglah tawaran untuk menjadi pegawai biasa.

Karir ayahku dimulai dari kuli mengkopy-kopy , kemudian menanjak menjadi pegawai tetap yang lumayan berkedudukan, sampai akhirnya ayahku memegang jabatan kepala bagian disuatu instansi.

Namun begitupun ayahku tak pernah sombong, tak mau korupsi.
Kata ayahku : " Tak boleh setetes darah yang mengalir ditubuh anak-anak ayah akibat hasil yang subhat dan haram, tak akan berkah hidup dan ilmu anak-anak ayah yang tumbuh dan berkembang dari hasil yang haram, biarlah kita hidup sederhana, makan apa adanya, asalkan kelak diakhirat sana kita bebas dari tanggung jawab, pertanyaan : Darimana, kemana dikemanakan harta itu kau dapat dan pergunakan", itulah yang selalu disampaikan ayahku pada kami anak-anaknya.

Kini ayah sudah tua sekali, kulihat keriput diwajahnya, namun masih tetap nampak bersih dan bersinar. Beliau masih rajin shalat dan kemesjid, membaca AlQuran, walau matanya sudah mulai kabur, giginya sudah mulai gugur, rambutnya sudah beruban dan banyak yang rontok, ayahku tetaplah ayahku yang dulu masih giat bekerja, rajin beribadah, mendidik kami anak-anaknya yang sudah dewasa dan berumah tangga, menjaga cucu-cucunya yang terkadang lebih dari kami memanjakan anak-anak kami.

Ayahku seorang lelaki yang tegar, sebagaimana ibuku seorang ibu yang tangguh !.

go to the top of the page